Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2018

Penyembuh Lara

Kini aku berteman dengan sepi. Luka yang kamu goreskan menganga tanpa penyembuhnya. Terguyur hujan kian membuatku merana. Jika hujan bisa meluruhkan ingatan aku akan hujan-hujanan tanpa henti. Tapi nyatanya tidak. Luka ini terlalu mendadak. Sedetak seperti kepergianmu. Bagaimana bisa aku mengubur kenangannya? Jika terlalu banyak kenangan yang telah tertata. Bahkan memoriku selalu tentangmu. Salahkah jika aku masih mengingatmu? Salahkah jika aku masih mengharapkanmu? Hari telah berganti minggu. Minggu telah berganti bulan. Dan bulan telah berganti tahun. Seperti terkurung dalam ingatan yang tak akan terlupa. Malam yang dingin kian menusuk. Menambah lara yang masih terpelihara. Seperti terpagar besi tinggi. Hati ini telah kamu kunci. Dan membutuhkan kunci baru untuk membukanya. Kini hidupku berantakan. Pergimu yang kau anggap tak ada arti. Membuatku takut untuk mengenal kembali seseorang. Gesekan biola mengalun nada indah. Kini menggetarkan jiwaku. Itukah kamu? Karena lewat n

Ketika Cinta Mewujudkan Impian (Setetes Tinta Hitam)

Hari ini cuaca sangat cerah, secerah hati Reina yang semangat sekali untuk berangkat sekolah, sudah sejak tadi pagi persiapannya sudah selesai, entah apa yang membuatnya seperti ini, biasanya bangun aja harus dibangunin mamanya, dengan rambutnya yang dikucir asal-asalan membuatnya tambah cantik tambah juga kulit putih langsat dan lesung pipinya membuat tambah imut. Tiba-tiba ada suara yang mengagetkannya dari bawah. Ya siapa lagi kalau bukan mamanya. Mama Reina : “Reina, sayang jangan lupa sarapan dulu ya. Papa sama adik kamu sudah nungguin di meja makan.” (teriak mama) Reina : “Iya ma, sebentar lagi.” (sambil bercermin) Di meja makan Papa Reina : “Rey, gimana sekolah kamu ?” Reina : “Baik, pa.” (sambil menyantap roti tawar yang sudah diolesi mentega) Reina : “Oh iya pa, ma aku berangkat dulu ya.” Ntar bisa terlambat nih.” (tambahnya lagi) Reina langsung mencium tangan pap dan mamanya, lalu menyambar tasnya dan melesat pergi. Papa Reina : “Papa antar saja y

REVIEW NOVEL “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin”

REVIEW NOVEL “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” Judul : Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin Pengarang : Tere Liye Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tebal : 264 halaman Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah dan janji masa depan yang lebih baik. Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini. Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih di kepang dua. Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah…. Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun..daun yang tidak p

Review Film Live Action Anohana

Gambar
“Persahabatan yang di bangun sejak kecil tetapi bubar begitu saja ketika salahsatu di antara mereka ada yang meninggal dunia. Kejadian itu menyebabkan mereka menyalahkan diri-sendiri dan memilih jalannya masing-masing.” Source : google Pertamakalinya nonton film ini tahun 2016 di mana teman sekelas merekomendasikan dan berakhir untuk menonton film bersama di dalam kelas. Cerita yang di kemas membuat haru dan menitikkan airmata seluruh teman sekelasku. Masih ingat betul waktu itu, hingga aku kemarin memutuskan untuk menonton ulang film ini (sekalian nostalgia gitu ceritanya :v). Sudah ketiga kalinya tetapi saya tetap terhanyut dalam alur ceritanya. Pokoknya siapin tisu banyak-banyak deh kalau mau nonton film ini. hehehehe. Film ini mengisahkan persahabatan yang dinamakan “Super Peace Busters” yang bertekad untuk menciptakan perdamaian dan akan bersahabat selamanya. Tetapi semuanya sirna ketika salahsatu anggota mereka “Menma” meninggal dunia dikarenakan jatuh ke dalam ju

Review Cerpen "Aku Tak Ingin Kacamata, Aku Hanya Ingin Mati, Tuhan"

Gambar
Untuk memenuhi tugas ODOP Batch 6 Fiksi. Cerita yang di ambil dari www.lakonhidup.com saya tertarik untuk mereview cerpen yang berjudul “Aku Tak Ingin Kacamata, Aku Hanya Ingin Mati, Tuhan.” Aku Tak Ingin Kacamata, Aku Hanya Ingin Mati, Tuhan ilustrasi Ampun Sutrisno/ Kompas Pertamakali melihat judul cerpen ini membuatku penasaran bagaimana seseorang menginginkan kematian? Apakah amal perbuatan di dunia sudah cukup untuk bekal di akhirat kelak? Hingga akhirnya aku memutuskan untuk membaca cerpen ini. Cerita ini mengisahkan seorang kakek yang sudah berusia 90 tahun dan sudah merasa bosan dengan kehidupannya yang kesepian. Hal itu, dituliskan sebagai sajian pembuka cerita sebagai berikut : “Menjelang usia ke-90, aku mulai merasakan ksesepian yang sangat. Di dalam ruang jiwaku, kegelapan seolah menyelimuti hidupku yang pahit. Aku tak lagi mengetahui apapun yang terjadi di dunia ini. Keadaan ini, membuatku merasa tidak bahagia lagi. Pohon-pohon yang bergoyang di halaman rumah,

Asmara Sunan Kalijaga dengan Nyi Roro Kidul

zaman dahulu terjadi kisah asmara Nyi Roro Kidul dengan Sunan Kalijaga di mulai ketika Sunan Kalijaga menemui Nyi Roro Kidul untuk meminjam tombak untuk melawan Prabu Siliwangi. “Maaf Sunan, saya tidak bisa menyerahkan tombak itu tanpa bukti dari Sunan Gunung Jati untuk meminjamkan tombak.” tegas Nyi Roro Kidul. Sunan Kalijaga memutuskan untuk mengajak Nyi Roro Kiduk untuk menemui Sunan Gunung Jati. Pada akhirnya Sunan Gunung Jati meminta Nyi Roro Kidul untuk menyerahkan tombak itu karena satu-satunya jalan untuk mengalahkan Prabu Siliwangi. “Tapi Sunan, tombak ini hanya akan saya serahkan kepada suamiku kelak.” Nyi Roro Kidul tidak setuju untuk menikah dengan Sunan Kalijaga yang tidak mencintainya. “Apakah Kanda hanya akan menikah demi tombak itu?” tanya Nyi Rai Ajibeling “Aku tidak bisa menyerah begitu saja Kakanda.” yang pada akhirnya Sunan Gunung Jati menyuruh Sunan Kalijaga untuk menikah dengan Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul pada awalnya tidak menerima Sunan Kalija

Puisi Tentangmu

Puisi Tentangmu Oleh: Isni Ngalifah Kamu seperti pagi Yang datang dengan senyum Dan juga seperti senja Yang pergi meninggalkan gelap Tentangmu Penyuka puisi dan bait-bait kata indah Penyuka malam yang bertaburkan bintang Dentingan pianomu yang terdengar indah Tetapi membawa lara dalam setiap jiwa Terimakasih telah mengajarkan cinta Terimakasih telah membuat lara Hingga aku tau ke mana seharusnya pergi Tak pernah ada sesal dalam setiap perjalanan Karena segalanya membawa hikmah dan pelajaran Tentangmu yang pernah datang dan pergi Terimakasih telah mengukir kebersamaan. #komunitasonedayonepost #odopbatch_6 #postinganbebas

Kebersamaan

Gambar
Kebersamaan Oleh : Isni Ngalifah Perjalanan demi perjalanan telah ku lalui Kisah demi kisah telah terangkai indah Suka maupun duka Perbedaan pendapat itu sudah biasa Dan bagaimana menyatukan perbedaan itu intinya Bersama kalian itu menjadi pilihan Sebagai kisah klasik untuk masa depan Untuk di kenang dan mengenang Terimakasih atas kebersamaannya Tanpa kalian aku bukan apa-apa Dan senja telah menyaksikan segalanya Bagaimana perjalanan demi perjalanan itu di lalui Suatu saat rindu itu akan ada Rindu menyaksikan senja bersama-sama Menyaksikan pagi yang datang begitu cepatnya Karena bersama kalian itu anugerah bagi diriku. Yogyakarta, 29 November 2018 #komunitasonedayonepost #odopbatch6 #postinganbebas

Bertemu Denganmu

"Ini ramuannya, Non. Sudah siap?" Nenek itu mennyodorkan ramuannya kepadaku. Ramuan yang di buat selama satu tahun. "Sudah, Nek." jawabku mantap dan segera menenggak ramuan itu. Kini semua berubah menjadi gelap dan aku tidak ingat apa-apa. Aku sudah berada di dunia lain yang di temukan banyak orang dengan berbagai karakter. Setelah sepuluh tahun berlalu akhirnya aku bisa bertemu dengannya. Seseorang yang telah aku cintai dengan sepenuh hati tapi pergi begitu cepatnya menjadikan kita berada di dunia yang berbeda. "Akira." Ya suara itu aku mengenalnya. Aku melihatnya kaget dan berlari ke arahku. Kami berpelukan begitu erat dan begitu lama. Aku menangis di pundaknya. "Kenapa kamu ada di sini, Ra? Apa kamu sudah meninggal?" tanyanya kepadaku. "Belum, Yon. Aku merindukanmu." jawabku yang di iringi kekagetannya. Siapa yang tidak kaget jika melihat seseorang berani memasuki kawasan dunia terlarang ini sebelum saatnya. "Aku meri

Kamu Istimewa

Langit kota sudah menampakkan gelap, tinggal lampu-lampu kota yang menyinarinya tetapi Azkia belum beranjak dari duduknya. Sudah menjadi rutinitasnya ia berada di perpustakaan kotanya meski hanya di temani kesendirian. Ia teringat ibunya pesan untuk di belikan bunga untuk menambah koleksinya yang sudah hampir memenuhi pekarangan rumahnya. Ia lalu beranjak meninggalkan tempat favoritnya itu untuk membelikan bunga pesanan ibunya. Di toko bunga Azkia memilih-milih bunga tetapi tetap saja bingung dan tiba-tiba ada seseorang yang menyodorkan bunga untuknya. “Ini cantik bunganya.” katanya sambil menyodorkan kepada Azkia. “Eh, loh Bayu kok kamu di sini?” tanya Azkia. Bayu ternyata teman seangkatannya meski berbeda kelas tetapi ia cukup terkenal di sekolahnya. “Ini kan tempat umum, memangnya tidak boleh?” Bayu malah membalikkan pertanyaannya. “Bukannya gitu. Yaudah deh makasih sudah milihin bunganya. Aku mau pulang duluan.” Azkia buru-buru beranjak dari tempatnya berdiri. Fikiranny

Sebuah Rahasia

“Yah, bukankah lebih baik Delima tidak mengetahui persoalan ini?” pertanyaan istrinya di suatu pagi. Sebuah rahasia besar yang di sembunyikan hingga kini masih tertutup rapat. Kehidupan Anton dan Silvia juga berjalan mulus-mulus saja malahan semakin bahagia. Delima dan Deva adalah kebahagiaannya selama ini. “Iya, biarkan begini saja. Delima dan Deva juga selalu akur dan kompak. Aku juga tidak ingin kehilangan mereka.” tutur Anton. Suatu pagi Ningsih, mertuanya Anton berkunjung ke rumah mereka dan mereka berbincang-bincang di meja makan. “Nduk, Delima sudah beranjak dewasa apakah kamu belum meberitahunya?” tanya Ningsih. “Ibu, kenapa sih setiap datang ke sini selalu membahas hal itu.” jawab Silvia dengan nada agak ketus. “Bun, jangan berbicara seperti itu sama ibu.” Anton mengingatkan istrinya. “Nduk, sesuatu yang di sembunyikan suatu saat juga akan terbongkar juga. Dan kalau terlambat Delima yang bakalan kecewa.” tutur Ningsih. “Ibu juga sudah menemukan orangtuanya Deli

Di Antara Jarak

Hari ini adalah hari terberat bagi Dinda, ia dan keluarganya sudah beranjak dari stasiun Kereta Api Bandung sejak satu jam yang lalu. Ia akan kembali ke Yogyakarta. Terasa begitu berat meninggalkan kota itu dengan segala kenangannya. Decit suara kereta yang bergesekan dengan rel terdengar begitu bising tapi ia tak memedulikan itu sekarang. Dinda duduk bersebelahan dengan ibunya dan adik perempuannya di pangkuan. Ia menggantikan ibunya untuk memangku Dita karena mengetahui ibunya kelelahan. Ayah dan Zidan duduk di belakang mereka bertiga. Di balik punggung adiknya Dinda menangis dalam diam. “Nak, kamu ga makan?” tanya Ayahnya dari kursi belakang. “Enggak, Yah. Dinda ga lapar kok.” jawabnya dengan suara serak. “Sudah jangan sedih terus kakakmu kan tiga tahun lagi juga kembali ke Indonesia.” Ayah Dinda menenangkannya. Dinda hanya diam dan menahan air matanya agar tidak keluar lagi. Ia takut membuat Ayahnya khawatir. Waktu sudah semakin sore, sayangnya senja tak nampak dari bal