Penyembuh Lara

Kini aku berteman dengan sepi. Luka yang kamu goreskan menganga tanpa penyembuhnya. Terguyur hujan kian membuatku merana. Jika hujan bisa meluruhkan ingatan aku akan hujan-hujanan tanpa henti. Tapi nyatanya tidak. Luka ini terlalu mendadak. Sedetak seperti kepergianmu.

Bagaimana bisa aku mengubur kenangannya? Jika terlalu banyak kenangan yang telah tertata. Bahkan memoriku selalu tentangmu. Salahkah jika aku masih mengingatmu? Salahkah jika aku masih mengharapkanmu? Hari telah berganti minggu. Minggu telah berganti bulan. Dan bulan telah berganti tahun. Seperti terkurung dalam ingatan yang tak akan terlupa.

Malam yang dingin kian menusuk. Menambah lara yang masih terpelihara. Seperti terpagar besi tinggi. Hati ini telah kamu kunci. Dan membutuhkan kunci baru untuk membukanya. Kini hidupku berantakan. Pergimu yang kau anggap tak ada arti. Membuatku takut untuk mengenal kembali seseorang.

Gesekan biola mengalun nada indah. Kini menggetarkan jiwaku. Itukah kamu? Karena lewat nada itu aku mengenalimu. Hingga kau mengajariku kelihaian permainanmu. Ku sibak tirai hingga terlihat jelas. Siluet senja sempurna memancarkan keindahannya. Dan kehadiranmu hanyalah ilusiku. Tetapi nada itu aku menikmatinya.

Kini aku memberanikan diri menggesekan biola pemberianmu. Dan mengikuti alunan biola seseorang di luar senja. Setiap senja ia hadir dengan alunannya. Iakah kunci hatiku kini? Seseorang yang hadir tanpa sepatah kata tapi mampu menggetarkan jiwa. Memang cinta datang dan pergi tak terduga.

#TantanganProlis
#FiksiODOP6
#OneDayOnePost

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel “BUMI CINTA”-Habiburrahman El-Shirazy

Sebuah Rahasia

Raih Keberkahan dengan Menebar Kebaikan