Postingan

Menampilkan postingan dengan label Tantangan

Sepucuk Surat untuk PJ ODOP Batch 6

Assalamualaikum Wr. Wb. Ter-untuk PJ ODOP Batch 6 yang kece badai. Sejujurnya aku bingung gimana membuat surat cinta, aku bahkan tak pandai menyusun kata. Bagaimana dengan membuat surat cinta? Biasanya juga di buatin. #hehehe. Mungkin tak ada kata yang mampu lagi terucap, mengingat segala kasih sayang yang kalian berikan untuk kami. Mengingat segala jasa tanpa balas budi yang kalian berikan. Rela meluangkan waktu di atas kesibukkan. Aku yakin, kalian pastinya harus membagi waktu dengan sebaiknya hanya untuk membagi ilmu untuk kami. Semoga segala kebaikan yang kalian berikan di balas oleh Allah suatu saat nanti. Bahkan tak lelah PJ mengingatkan, menasehati kami, membangkitkan semangat kami ketika mulai kendor. Tanpa kalian mungkin perjalanan jauh kami tak akan sampai di titik ini. Kalian membagikan ilmu yang sangat bermanfaat. Dari yang kami tak tau menjadi tau. Bahkan aku pertamakalinya belajar nge-blog sehingga menjadikan tantangan tersendiri bagiku. Dengan adany

Ternyata Allah Rindu

Gambar
Ternyata Allah Rindu Oleh : Isni Ngalifah Ku terbangun dalam sajak Mengerjap menelisik ruang Ku beranjak mengambil air wudhu Ku tunaikan sepertiga malamku Aku tersadar, Ternyata Allah rindu Rindu akan isakan dalam doa-doa khusyu’ ku Rindu akan sujud lama di sepertiga malamku Aku terdiam menengadah Memanjatkan doa-doa memohon ampun-Nya Atas segala rasa syukur yang terlupa Bahwa segalanya datang hanyalah dari-Nya Yogyakarta, 28 Oktober 2018 #komunitasonedayonepost #odopbatch_6 #tantangan7 #fiksi #day54

Kisah Si Koin

Terdengar isak tangis yang terdengar samar-samar di kebun belakang rumah Tuan Deri. “Teman, kalian mendengar suara tangisan tidak?” tanya si Merah. “Iya, aku tidak asing dengan suara itu.” Jawab si Biru. “Teman-teman, ayo kita lihat kesana.” Si Merah mengajak teman-temannya untuk mengunjungi taman belakang. “Koin, kamu kenapa?” tanya si Biru. “Tuan muda, membuangku dan teman-temanku juga.” Masih dengan isakannya. “Kenapa tuan tidak menghargai kalian dan membuangnya begitu saja.” Jawab si Merah. “Tuan muda tidak menyukai kehadiranku, aku hanya koin tidak berarti apa-apa baginya, tidak seperti kalian yang sangat berharga di mata tuan muda.” Jawab si Koin. “Kita harus memberi pelajaran untuk tuan muda.” Kata si Biru dan Merah kompak. “Bagaimana caranya?” tanya si Koin merasa kebingungan dengan sikap si Biru dan si Merah. “Kamu ikut bersama kami.” si Biru dan si Merah beserta teman-temannya mengajak Koin untuk pergi meninggalkan tempat itu. Mereka pergi meninggalkan t

KESIALAN

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00 malam dan sialnya sepeda motor yang di kendarai Citra dan Dinda tiba-tiba mati di sebuah gang kecil. Perjalanan pulang masih jauh sedangkan bengkel sudah tutup semua di daerah tersebut. “Gimana nih cit, gabisa hidup.” Dinda resah karena motornya ga bisa hidup. “Aku ada edi nih Din.” Dengan cengiran khas mencurigakannya. “ Gue curiga deh sama muka lo .” Dinda nampak curiga dengan polah teman seatapnya itu, biasanya akan nglakuin hal-hal konyol. “ Gue setirin sini dan lo dorongin dari belakang.” Dengan tampang tanpa dosanya. “Gilaa, gamau. Gue udah panik gini masih aja bercandanya lo .” Tukas Dinda nampak sebal. “Gue kok tiba-tiba merinding gini ya, Din.” Citra merasa bulu kuduknya sudah berdiri semua. “Gausah nakut-nakutin deh.” Jawab Dinda dengan perasaan takutnya juga. “Motornya kenapa mbak?” tiba-tiba ada suara seseorang yang mengagetkan mereka berdua. “Eh busett, pangeran lo tuh dateng Din.” Jawab Citra sekenanya karena ka

Kisah RARA

“Kamu jahat!” hanya satu kata itu yang mampu terlontar dari mulut Rara lalu beranjak pergi dari tempatnya berdiri. Setelah mengetahui Rio selingkuh dengan sahabatnya sendiri Rara tidak mampu lagi untuk menahan airmata yang di tahannya sejak tadi. Segitu teganya Devi mengkhianatinya. Sampai di rumah Rara langsung masuk ke kamar tanpa menghiraukan ibunya yang menanyakan kenapa pulang tanpa di antar dengan Rio, tidak seperti biasanya. Ibu Rara pun akhirnya menyusul anaknya ke kamar dan menanyakan lagi akan keganjilan anaknya itu. “Nak, kamu kenapa kok pulang ga di antar sama Rio?” Tanya Ibu Rara. “ Gapapa kok bu, lagi kesal aja sama Rio.” Jawab Rara berbohong. Ia tidak mau membuat ibunya khawatir. Ibu sudah mengenal Rio sebagai pacarnya sejak satu tahun yang lalu. Dan menurut ibunya Rio itu orang yang baik dan ramah. “Yasudah, kamu makan siang buruan ntar magmu kambuh jadi Ibu yang repot.” Jawab Ibunya tanpa mencurigai apa yang terjadi terhadap anaknya itu.                     

Mimpi Zahra

Aku terduduk lesu di emperan rumah yang sudah menjadi tempat tinggal bersama Ayah dan Ibu sejak aku lahir. Meskipun rumahku sudah tua dan agak reyot tetapi masih bisa menampung kami untuk berteduh, melepas lelah bersama keluarga. Ini sudah kesekian kalinya aku interview kerja dan di tolak. Aku sangat frustasi menghadapinya. Namaku Zahra Puspita, umur masih 18 tahun tetapi sudah harus membantu keluarga dalam mencari nafkah ketika Ayah meninggal sejak dua tahun yang lalu. Sejak saat itu aku tinggal berdua dengan Ibu. Sebenarnya aku ingin mengenyam pendidikan yang lebih tinggi tetapi untuk saat ini aku memutuskan untuk mencari pekerjaan terlebih dahulu setelah lulus dari sekolah menengah. Aku tidak mau membebani Ibu dengan segala biaya-biaya yang harus ditanggung nantinya. “Sudah nduk, belum rejeki kamu. Allah sudah menyiapkan yang terbaik buat kamu entah itu apa. Percayalah nduk. ” Kata Ibu sambil mengelus punggungku. Kata-kata Ibuku membuat air mata tidak bisa terbendung lagi.

Keisha (Bagian 2)

Hujan yang begitu deras kembali menyelimuti kota Jogja membuat orang berlarian untuk mencari tempat teduh, ada yang berlarian ke emperan toko, kedai kopi maupun angkringan. Dingin yang menusuk membuat badan Keisha menggigil tak karuan. Tiba-tiba ada seseorang yang menyampirkan jaket ke tubuhnya. “San, kamu ngapain disini?” tanya Keisha dingin. “Sudah berkali-kali aku bilang ke kamu jangan pernah merasa bersalah dengan kejadian yang sudah bertahun-tahun berlalu Kei.” jawabnya sambil merapatkan jaket di tubuh Keisha. “San, aku nggak bisa, semua kejadian itu selalu terbayang-bayang apalagi ketika hujan turun dengan tiba-tiba begini. Bahkan aku menjadi gadis yang penakut seperti ini.” Jawab Keisha sambil menangis menahan airmata yang sudah ditahannya sejak tadi. “Aku tau kamu Kei, aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan bahkan ketika kamu seperti ini.” Jawab Sandi agak keras sehingga membuat orang-orang yang berdiri di emperan toko menengok ke arah mereka. “San, kecelakaan yan

Keisha (Bagian 1)

Hujan deras mengguyur kota Jogja dengan tiba-tiba, padahal baru saja panasnya begitu terik yang membuat gadis itu tak pernah mengurungkan niat untuk pergi ke sebuah café dengan nuansa yang klasik nan unik di Jogja itu. “Kenapa harus hujan sih .” Gerutu Keisha. Dia sangat membenci hujan, suara air yang jatuh ke atap café membuatnya merinding. Inilah keseharian Keisha setelah pulang sekolah selalu duduk di café itu bahkan berjam-jam. Hari sudah menjelang malam tetapi ia tidak beranjak dari tempatnya entah apa yang sedang dilakukan. Tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya. “Kamu ngapain kesini?” tanya Keisha kepada seseorang tersebut. “Kamu yang ngapain?” Setiap hari berjam-jam selalu melakukan hal seperti ini. Firasatku selalu ga enak setiap kali hujan turun dan kamu tidak di rumah key. Cecar Sandi. “Buat apa aku hidup kalau selalu diliputi rasa bersalah san?” tanya Keisha sambil menahan airmata yang akan berhambur keluar jika tidak ditahannya.  “Kei, sudah berapa kali ak

TEROR

Hari ini Kinara tergesa-gesa masuk ke kelas karena waktu udah menunjukkan pukul 07.00 WIB, sedangkan teman-temannya sudah bersiap untuk melakukan pemanasan waktu jam olahraga. Kinara sekolah di SMA Harapan kelas XI IPA 3, sekolahnya agak jauh dari rumah dan harus naik bus karena ia tidak diizinkan oleh kedua orangtuanya untuk memakai kendaraan sendiri. Pagi ini Kinara bangun kesiangan sehingga hampir terlambat masuk ke sekolahnya. Kinara hendak memasukkan seragam putih abu-abunya ke dalam lokernya namun ia kaget ketika menemukan sebuah amplop di dalam lokernya. Kinara mengecek isi amplop tersebut dan isinya seperti teror entah siapa yang tega mengirim Kinara dan sepertinya ia juga tidak mempunyai musuh di sekolahnya, ia segera memasukkan amplop tadi ke dalam lokernya karena Ghea memanggilnya dari sudut lapangan. “ Heh, Lo kenapa bengong aja Kin.” Tanya Andrian yang duduk disamping Kinara, melihat Kinara sejak jam Olahraga tadi tidak kelihatan fokus, biasanya Kinara semangat sekali