Review Cerpen "Aku Tak Ingin Kacamata, Aku Hanya Ingin Mati, Tuhan"

Untuk memenuhi tugas ODOP Batch 6 Fiksi. Cerita yang di ambil dari www.lakonhidup.com saya tertarik untuk mereview cerpen yang berjudul “Aku Tak Ingin Kacamata, Aku Hanya Ingin Mati, Tuhan.”
Aku Tak Ingin Kacamata, Aku Hanya Ingin Mati, Tuhan ilustrasi Ampun Sutrisno/Kompas

Pertamakali melihat judul cerpen ini membuatku penasaran bagaimana seseorang menginginkan kematian? Apakah amal perbuatan di dunia sudah cukup untuk bekal di akhirat kelak? Hingga akhirnya aku memutuskan untuk membaca cerpen ini. Cerita ini mengisahkan seorang kakek yang sudah berusia 90 tahun dan sudah merasa bosan dengan kehidupannya yang kesepian. Hal itu, dituliskan sebagai sajian pembuka cerita sebagai berikut :

“Menjelang usia ke-90, aku mulai merasakan ksesepian yang sangat. Di dalam ruang jiwaku, kegelapan seolah menyelimuti hidupku yang pahit. Aku tak lagi mengetahui apapun yang terjadi di dunia ini. Keadaan ini, membuatku merasa tidak bahagia lagi. Pohon-pohon yang bergoyang di halaman rumah, kuperhatikan selalu dengan irama yang sama. Di malam-malam yang sungsang, mata anjing sialan yang biasa di depan rumahku pun menyala merah dan menggonggong seakan tak mengenaliku. Padahal ia milik tetanggaku. Sungguh, aku bosan dengan kehidupan.”

Cerpen yang dituliskan oleh Ranang Aji SP ini di publikasikan oleh Kompas pada tanggal 12 Agustus 2018. Di kemas dengan apik di mana penulis menceritakan seorang kakek yang hidup di zaman sekarang. Zaman di mana seorang pemuda sudah tak menghargai orang yang lebih tua dari mereka.

Penulis juga menceritakan sosok istri sang kakek sebagai perempuan yang manis dan mengetahui banyak hal hingga membuat sang kakek merasa kehilangan dan kesepian sepeninggalnya. Hingga kakek dapat menemukan seseorang yang baik, yaitu anak dari cucu luar jauh istrinya. Yang memberikan sebuah kacamata sehingga ia bisa melihat kehidupan di dunia yang kian membesar dan kehidupannya tak membosankan lagi.Namun, semakin kakek membaca dengan kacamata tersebut kehidupan  yang indah justru menjadi sebaliknya.

Ranang dapat menyampaikan cerita yang mengalir sehingga mudah di pahami dalam setiap paragrafnya. Selain itu, alur cerita juga bisa membawa pembaca masuk ke dalam ceritanya. Ranang juga dapat menyampaikan pesan ke pembaca bahwa yang sebenarnya kita tuju di dunia ini adalah kematian. Meskipun ada beberapa kalimat yang menurut saya terkesan berulang dan beberapa typo tetapi saya menikmati membaca cerpen ini hingga selesai.

#TugasReviewCerpen
#KelasFiksiODOP6
#OneDayOnePost

Komentar

  1. Jadi pengen baca cerpennya nih... 🙂

    BalasHapus
  2. Wah, terima kasih sudah meriview cerpen saya. Cerpen ini seperti dalam review berbicara tentang dunia yang paradoks dan antiklimaks. Kacamata sebagai simbol pengetahuan (modernisme) seringkali juga menciptakan kengerian. Semakin oraang tahu, semakin dia merasa takut dan terasing. Ada tiga simbool dlm cerpen ini, pertama pergeseran zaman dan nilai2nya di mana mainan menyala (hp) mjd penandanya. Kedua, kacamata mewakili pengetahuan yg paradoks dan ketiga kematian itu sendiri mewakili hasrat yang natural atau bahwa hdp adalah proses antiklimaks. Ketika seluruh hasrat kenikmtan hdp perlahan menjadi hilang, maka kematian adl keinginan puncak itu sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mas ranang! Maaf kalau dalam me review ada ketidaktepatan atau kekurangan yaaa😊. Penjelasan mas Ranang jadi bikin semakin jelas dan mudah di pahamii😍

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel “BUMI CINTA”-Habiburrahman El-Shirazy

Sebuah Rahasia

Raih Keberkahan dengan Menebar Kebaikan